23/11/10

Pembuatan Televisi Sekolah



Fungsionalisasi Lokalitas
Sesuatu diciptakan karena punya fungsi. Begitu pula dengan media televisi. Tidak jauh beda dengan media cetak atau radio, fungsi media televisi adalah untuk memberi informasi, mendidik, mempersuasi, menyenangkan, memuaskan, dan sebagai hiburan.
Fungsi-fungsi ini tidak dapat dipisahkan, dan merupakan satu kesatuan. Tapi dalam kenyataannya, saat ini banyak pengelola televisi yang memisahkan fungsi-fungsi itu. Misalnya, hanya menggunakan fungsi yang satu dan tidak menggunakan fungsi yang lain. Di zaman serba mendewakan hiburan dan sinetron ini, hampir sulit menemukan televisi yang mau menyeimbangkan aspek edukatif-informatif dibandingkan dengan aspek rekreatif (hiburan) dan kesenangan. Biasanya, alasan pengelola media televisi atas hal ini adalah agar mendapatkan keuntungan yang besar. Sehingga, pada umumnya pengelola televisi hanya memfokuskan pada satu fungsi saja, terutama fungsi rekreatif, dan menanggalkan fungsi yang lain.
Karena itu, idealnya televisi lokal akan lebih fungsional ketika mampu memotret dan mewarnai suguhan acaranya dengan konteks lokal yang dipunyai. Di samping dapat lebih menegaskan orisinalitas, kreativitas, dan potensi daerah, televisi lokal juga dapat membedakan dengan jelas kebutuhan lokal dan kebutuhan nasional.
Dulu, salah satu stasiun televisi swasta dengan embel-embel “pendidikan”, memang pernah memiliki orientasi sebagai televisi pendidikan. Ini tidak jauh beda dengan program televisi pendidikan Depdiknas di TVRI. Sayangnya, hasilnya kurang efektif, apalagi memuaskan. Tayangan program pendidikan tidaklah cukup menarik ditonton dan masih kalah jauh rating-nya dengan tayangan-tayangan infotainmen, hiburan dan sinetron.
Hal ini agaknya perlu menjadi pelajaran dan pertimbangan bagi TV lokal. Sebab, uraian pendidikan dalam siaran televisi biasanya cukup membosankan, apalagi bila pembawa acaranya tidak tampil menarik dan meyakinkan. Karena itu, televisi lokal sebisa mungkin mesti mengemas acara bernuansa edukatif atau religius yang tidak monoton, talk show yang mendidik tapi tidak menjenuhkan, atau format acara apapun seatraktif mungkin, tapi sekali lagi, mencerdaskan.
Kemandirian Lokal
Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh televisi lokal dengan kemampuan memotret potensi lokal ini. Pertama, terwujudnya kemandirian. Kemandirian akan membuat isu Jakarta-centris tidak layak jual di tingkat lokal. Efek terpenting dari penguatan fungsi lokalitas tersebut adalah acara-acara yang disuguhkan dapat menjadi primadona lokal dalam percaturan televisi nasional. Hal itu merupakan langkah maju dan berpotensi menyukseskan program otonomi daerah.
Kedua, televisi lokal tidak akan terkesan kehabisan ide untuk menyuguhkan program acara yang lebih variatif. Kesannya, TV lokal justru responsif terhadap isu daerah bila ingin survive di lingkup daerah.
Ketiga, terutama terkait dengan implikasi secara institusional, TV lokal dipaksa serius membangun organisasi dan menata manajemennya. Agar bisa memperjuangkan agenda lokal, TV lokal “terpaksa” harus terus menerus memantau persoalan di daerahnya.
Keempat, terbangunnya kesadaran korelasi antara proses bisnis pertelevisian dan isu keseharian. Apalagi, bila masalah-masalah yang disoroti bersifat lokal, praktis, dan jelas-jelas menyangkut hajat hidup masyarakat lokal. Sehingga, meski televisi lokal memiliki “ideologi” tertentu, ideologi atau aliran itu tetap bisa eksis. Penerjemahan praktis ideologi itu bertujuan agar relevan dengan isu keseharian rakyat.
Sebab, biasanya TV lokal dimanfaatkan untuk momen-momen tertentu, seperti pilkada. Untuk menarik simpati dan dukungan masyarakat, calon pemimpin daerah melakukan pendekatan-pendekatan melalui media massa,termasuk ke televisi lokal. Sejarah membuktikan, dalam proses pemilihan kepala daerah (Pilkada), fungsi televisi telah sangat mempengaruhi perolehan suara, di samping untuk menebar pesona para kontestan. Ini artinya, fungsi televisi sangat insidental dan kental dibumbui aroma kepentingan tertentu.
Televisi memang bukan lembaga pendidikan seperti halnya sekolah dan bangku kuliah. Televisi adalah medium publisitas yang memiliki ideologi dan tujuan tertentu sesuai dengan visi-misinya. Televisi juga tidak bisa mendidik secara dialogis. Tapi, bukankah televisi lokal hadir dan satu persatu bermunculan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan lokal?
Harapan
Agaknya, saingan terberat TV lokal adalah TV jaringan (TV swasta nasional) yang beroperasi dari Jakarta, di samping TV lokal lainnya di daerah yang sama.
Menghadapi persaingan dari TV jaringan ini tidak ringan karena program TV jaringan telah lebih dahulu digandrungi oleh masyarakat banua, bahkan mungkin digunakan sebagai barometer untuk mengukur dan menilai program TV lokal. Sehingga masalah yang dihadapi TV lokal adalah bagaimana merebut minat pemirsa tersebut.
Karena itu, ada beberapa hal yang seyogyanya dilakukan oleh TV lokal untuk dapat dipercaya oleh publik dan dapat berperan dalam mewujudkan demokratisasi media, diantaranya TV lokal harus mampu menarik garis pembeda dengan TV komersial yang ada selama ini, baik dalam isi maupun orientasi siaran.
Selain itu, TV lokal juga harus mampu menyerap lebih banyak lagi dinamika masyarakat lokal untuk diterjemahkan ke dalam isi media, dan tetap harus dikelola dengan manajemen siaran yang profesional, dengan mengambil terobosan dalam menggali sumber dana, tidak lagi hanya bertumpu pada iklan komersial semata.